saya ingin menanyakan hal mengenai pembuatan perjanjian pemisahan harta
kekayaan yang didapatkan dalam perkawinan. Akan tetapi di sini
kondisinya suami-istri tersebut dalam keadaan pisah ranjang. Lalu apakah
dapat dilakukan perjanjian pemisahaan harta tersebut? Mengingat UU
Perkawinan tidak mengenal adanya pisah ranjang seperti yang ada di dalam
KUHPerdata. Demikian pertanyaan yang saya ajukan, sekiranya mohon
diberikan pencerahan. Terima kasih :)
Sesuai ketentuan dalam Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) dinyatakan bahwa:
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2. Harta
bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah
pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
dalam praktiknya, sebagaimana kami kutip dari artikel Perkawinan Campuran (2), menurut advokat Anita D.A. Kolopaking, perjanjian perkawinan yang lazim disepakati antara lain berisi:
1. Harta
bawaan ke dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha
masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang
diperoleh masing-masing selama perkawinan.
2. Semua
hutang yang dibawa oleh suami atau isteri dalam perkawinan mereka yang
dibuat oleh mereka selma perkawinan tetap akan menjadi tanggungan suami
atau isteri.
3. Isteri
akan mengurus harta pribadinya baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak dan dengan tugas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik
hartanya itu maupun pekerjaannya atau sumber lain
4. Untuk mengurus hartanya itu isteri tidak memerlukan bantuan atau kuasa dari suami.
5. dan lain sebagainya.
Perjanjian Perkawinan atau disebut juga perjanjian pra-nikah (prenuptial agreement)
dalam KUHPer maupun UUP adalah suatu perjanjian mengenai harta benda
suami istri selama perkawinan mereka, yang menyimpang dari asas atau
pola yang ditetapkan oleh undang-undang.
Selain tampak dalam terminologinya yang menggunakan “pra” atau “pre”, berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUP, perjanjian itu harus diadakan sebelum dilangsungkannya perkawinan dan tidak boleh ditarik kembali atau diubah selama berlangsungnya perkawinan. Selain itu, menurut Pasal 73 Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil,
perjanjian perkawinan juga harus dilaporkan kepada Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
Perjanjian
perkawinan harus dibuat dengan akta notaris, maupun dengan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh Pengawas Pencatat Perkawinan, sebelum
perkawinan itu berlangsung dan ia mulai berlaku sejak perkawinan itu
dilangsungkan. Lebih jauh, simak artikel Prenuptial Agreement.
Sehingga,
jika tidak ada perjanjian perkawinan sebelumnya, maka semua harta yang
diperoleh selama dalam perkawinan adalah menjadi harta bersama suami
istri (lihat Pasal 35 ayat [1] UUP) dan akan menjadi harta gono gini dalam hal pasangan suami istri tersebut bercerai. Lebih jauh, simak artikel Pembagian Harta Gono Gini.
Jadi,
menjawab pertanyaan Anda, meskipun pasangan suami istri telah pisah
ranjang, tidak dapat dibuat perjanjian perkawinan untuk mengatur
pemisahan harta karena perjanjian perkawinan/prenuptial agreement hanya dapat dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.
Posting Komentar