Masalah Penghunian Rumah dengan Cara Bukan Sewa Menyewa
Saya mempunyai masalah dengan penyewa rumah, di mana rumah yang disewa tersebut milik orang tua saya dan kedua orang tua saya sudah meninggal. Penyewa tersebut tidak mau pindah dengan alasan diamanati oleh orang tua saya. Penyewa tersebut meminta “uang jasa” jika ingin mereka keluar dari rumah tersebut. Saya dan keluarga saya terlanjur menyanggupi untuk membayar "uang jasa"-nya, sebesar Rp"A". Tetapi, setelah berpikir kemudian nilai Rp"A" itu sangat besar dan kami ingin bernegosiasi kembali untuk mengurangi "uang jasa" tersebut. Jika hasil negosiasi tadi gagal, dan si penyewa tidak mau pindah, apakah saya bisa membawa masalah tadi ke ranah hukum, sedangkan rumah tersebut milik keluarga dan keluarga berhak untuk mempergunakan rumah tersebut? Dan apakah saya dan keluarga tidak bisa memenuhi Rp”A” tersebut termasuk salah? Karena pada saat itu kami tidak berpikir jernih dan hanya fokus untuk mengusir penyewa tersebut. Mohon pencerahannya, terima kasih.
Jawaban:
Berdasarkan penjelasan Anda, Anda tidak menyebutkan apakah Anda mempunyai saudara kandung dan berapa jumlahnya. Oleh karena itu kami berasumsi bahwa Anda mempunyai saudara kandung dan semuanya sepakat dengan Anda untuk meminta penyewa tersebut keluar dari rumah orang tua Anda.
Anda dapat membawa masalah tersebut ke ranah hukum dengan syarat bahwa memang berdasarkan perjanjian sewa menyewa antara kedua orang tua Anda dan penyewa tersebut, sewa menyewa rumah tersebut telah berakhir, sehingga Anda (dan saudara-saudara kandung Anda – kalau ada) sebagai ahli waris kedua orang tua Anda mempunyai hak untuk meminta orang tersebut keluar dari rumah warisan orang tua Anda.
Ini karena berdasarkan Pasal 1575 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), perjanjian sewa menyewa tidak berakhir dengan meninggalnya orang tua Anda (sebagai pihak yang menyewakan rumahnya)
Pasal 1575 KUHPer
Persetujuan sewa sekali-kali tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan ataupun pihak yang menyewa.
Anda dapat mempermasalahkan hal tersebut (si penyewa tidak mau keluar dari rumah orang tua Anda) baik secara perdata maupun secara pidana. Gugatan secara perdata dapat Anda lakukan berdasarkan wanprestasi (Pasal 1243 KUHPer), yaitu bahwa si penyewa tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian untuk keluar dari rumah tersebut setelah jangka waktu sewa rumah berakhir. Akan tetapi, sebelum melakukan gugatan perdata, Anda harus melakukan somasi kepada penyewa tersebut untuk keluar dari rumah tersebut (Pasal 1238 KUHPer). Sedangkan untuk tuntutan pidana, dapat didasarkan pada Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai penggelapan. Lebih lanjut mengenai gugatan perdata dan tuntutan pidana dalam permasalahan sewa menyewa rumah ini, Anda dapat membaca artikel Penyelesaian Kasus Sewa Menyewa Rumah.
Mengenai “diamanati” oleh orang tua Anda, kami kurang mengerti yang Anda maksudkan. Mengenai hal “diamanati” ini, penyewa harus membuktikannya bahwa memang ada amanat demikian dari orang tua Anda. Contohnya, jika yang dimaksud “diamati” oleh penyewa sebenarnya adalah hibah dari orang tua Anda kepada penyewa, maka penyewa harus dapat membuktikannya dengan akta notaris mengenai hibah tersebut (Pasal 1682 KUHPer). Jika penyewa tidak dapat membuktikannya dengan akta notaris, maka hibah tersebut dianggap tidak ada.
Pasal 1682 KUHPer
Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah.
Akan tetapi, boleh jadi yang dimaksud dengan “diamanati” tersebut adalah penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa seperti yang diatur dalam Pasal 14 – Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Bukan Oleh Pemilik (“PP No. 44/1994”). Menurut PP No. 44/1994, penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa didasarkan kepada suatu persetujuan antara pemilik dengan penghuni. Persetujuan tersebut dapat dibuat dalam bentuk tertulis maupun lisan (walaupun dianjurkan dalam bentuk tertulis untuk menghindari sengketa dan memudahkan pembuktian). Dalam persetujuan tersebut (baik secara tertulis maupun lisan) harus diperjanjikan jangka waktu penghunian.
Dalam hal ini, mungkin yang terjadi antara penyewa tersebut dan orangtua Anda adalah penghunian rumah dengan cara bukan menyewa secara lisan. Akan tetapi, sebagaimana telah dikatakan dalam Pasal 14 ayat (3) PP No. 44/1994, persetujuan secara lisan tersebut harus tetap memperjanjikan jangka waktu penghunian. Oleh karena itu, dalam hal tidak diatur atau tidak jelas mengenai kapan waktu berakhirnya jangka waktu penghunian, maka berdasarkan Pasal 1238 KUHPer, Anda harus memberikan somasi kepada penyewa tersebut untuk mengosongkan rumah tersebut. Apabila setelah adanya somasi, penyewa tersebut tidak juga mengosongkan rumah tersebut, maka Anda dapat menggugatnya melalui gugatan wanprestasi (Pasal 1243 KUHPer).
Sedangkan mengenai "uang jasa", apabila perjanjian lisan yang Anda buat dengan penyewa tersebut memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPer, maka Anda harus membayar “uang jasa” tersebut, kecuali Anda dapat membuktikan tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut, seperti misalnya adanya unsur penipuan atau Anda khilaf dalam membuat perjanjian tersebut.
Syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPer adalah sebagai berikut:
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Posting Komentar